BANDUNG – INFOCEPAT - Proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Patuha Unit 2 yang dikelola BUMN PT Geo Dipa Energi kembali menuai kritik. Pasalnya, lahan kompensasi yang dijanjikan sebagai bentuk tanggung jawab lingkungan hingga kini belum dilakukan reboisasi, meskipun pembukaan kawasan hutan untuk proyek sudah berlangsung sejak beberapa tahun lalu.
Berdasarkan penelusuran dari dokumen Asian Development Bank (ADB) dan Climate Investment Funds (CIF), sedikitnya 2,82 hektare hutan di kawasan Sugihmukti telah ditebang sebagai lokasi infrastruktur PLTP Patuha Unit 2. Sesuai ketentuan, PT Geo Dipa Energi berkewajiban menyediakan lahan pengganti dua kali lipatnya, yakni 5,64 hektare, serta melakukan pemulihan vegetasi. Dilansir dari bongkarr.com
Namun hingga tahun 2025, lahan pengganti tersebut belum ditanami kembali sesuai standar reboisasi.
“Kompensasi bukan hanya menyediakan lahan, tetapi memulihkan fungsi ekologis hutan. Sampai hari ini PT Geo Dipa Energi belum melaksanakan reboisasi di Sugihmukti,” ujar seorang aktivis lingkungan yang enggan disebutkan namanya (Jumat, 14 November 2025).
Kesaksian Warga: Kayu Sisa Penebangan Masih Berserakan
Informasi serupa disampaikan warga setempat berinisial NW, yang mengunjungi lokasi Situs Batu Lukut pada tahun 2024. Ia mengaku melihat kayu gelondongan masih tergeletak bahkan tertimbun di tanah bekas galian proyek.
“Saya lihat sendiri itu kayu masih ada, bahkan ada yang terseret air. Seharusnya ini tidak terjadi kalau proyek berjalan dengan pengawasan lingkungan yang benar,” kata NW, dilansir dari Bongkarr.com.
NW juga menyebut aliran air di dekat mulut Goa Batu Lukut membawa potongan kayu kecil yang diduga sisa aktivitas pembukaan lahan.
Upaya Konfirmasi: Geo Dipa Belum Merespons
Jurnalis Bongkarr.com telah mendatangi kantor PT Geo Dipa Energi di Soreang serta lokasi proyek. Kontak telah ditinggalkan melalui buku tamu untuk memperoleh klarifikasi resmi, namun hingga berita ini dimuat tidak ada respons dari pihak perusahaan.
Ancaman Bencana Ekologis
Kawasan Ciwidey dan sekitarnya pernah dilanda banjir bandang pada tahun 2023. Para pegiat lingkungan menilai reboisasi menjadi langkah penting untuk mencegah risiko serupa.
“Ini bukan hanya soal hukum, tetapi menyangkut keselamatan warga dan pelestarian lingkungan,” ujar seorang pemerhati lingkungan yang memantau proyek-proyek energi di Bandung Selatan.
***
.jpg)
.jpg)
Komentar
Posting Komentar